Selasa, 01 Juli 2014

Assassin's Creed - Black Flag, Juni 2014

Setahun sudah sejak saya mengikuti serial novel karangan Oliver Bowden ini di pertengahan tahun 2013. Kini, persis setahun kemudian, saya baru sadar bahwa ternyata serial novel yang berasal dari permainan video game terkenal, Assassin's Creed ini telah merilis kembali ke dalam bahasa Indonesia dua novel barunya yang berjudul Black Flag dan Forsaken. Mengingat dalam beberapa waktu belakangan ini belum ada novel baru yang cukup menarik perhatian saya, maka saya putuskan untuk tidak menyianyiakan kesempatan dan membeli ke-2 serial novel lanjutan ini. 

Penasaran dengan isinya karena berdasarkan buku ke-4 yang berjudul Revelations, tokoh ciptaan Oliver Bowden yang bernama Ezio Auditore sang Assassin yang diceritakan hidup di era tahun 1300-an dan mengalami perubahan saat keluarganya mengalami musibah dan membawa nya ke jalan hidup sebagai seorang anggota Ordo Assassin, musuh Templar, telah berakhir dengan Ezio yang hidup berbahagia dengan tetap melanjutkan misi ordo untuk terus mengejar kelompok Templar. Ke-4 buku awal dari Oliver Bowden telah membawa pembaca untuk menjelajahi kejadian di dua periode waktu. Periode di awal berdirinya ordo Assassin di era 1200-an dimana sang Master Assassin, Altair, memimpin ordo-nya dengan kekuatan sebuah kredo mengejar dan menumpas para ksatria Templar yang ingin menguasai tatanan dunia. Juga periode dimana Ezio seorang putra dari keluarga terpandang di kota Florence, Italia, yang pada era 1300-an menghadapi sebuah kenyataan bahwa dirinya merupakan putera seorang Assassin yang selanjutnya telah membawa hidupnya ke dalam perubahan total.

Buku ke-5 dari Oliver Bowden ini memiliki alur cerita yang sangat persis seperti buku ke-1 nya. Cerita yang sangat dengan cepat disajikan dan terkesan dipaksa untuk bisa merangkum seluruh kejadian. Menceritakan hidup seorang Edward James Kenway, anak seorang peternak domba di Bristol, Wales, yang lelah menjadi bagian dari keturunan keluarga peternak. Pemberontakan jiwa-nya telah membawa hidupnya sebagai seorang bajak laut yang kemudian secara kebetulan dalam sebuah pertempuran bertemu dengan seorang anggota Assassin pengkhianat bernama Westpole yang tewas saat kapal mereka tenggelam akibat pertempuran tersebut. Penasaran dengan pakaian dan perlengkapan milik seorang Assassin, Kenway kemudian menyamar dan melanjutkan hidup nya dengan berpura-pura sebagai seorang Assassin. Ini menjadi awal mula keterlibatan Kenway sang anak peternak domba menjadi seorang Assassin gadungan. Ini yang menurut saya sangat kurang pas karena selain jalur cerita yang sangat cepat dan terkesan terburu-buru dan dipaksakan, juga sangat bertolak belakang dengan kisah hidup seorang Assassin yang dijabarkan oleh Oliver Bowden pada buku ke-1 hingga 4 nya yang penuh dengan perjuangan dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi dan penuh dengan perjuangan.

Pada buku ini, Kenway seakan-akan memiliki kemampuan bertempur dan naluri layaknya seorang Assassin dengan hanya menyamar dan dengan pengalaman nya bertempur di lautan sebagai seorang bajak laut. Oliver Bowden berusaha memampatkan kisah hidup Kenway yang berjuang untuk menjadi seorang kapten kapal dengan pengalaman bertempur (lebih tepatnya merampok kapal dan membunuh para musuh) selama hidupnya sebagai bajak laut. Dan pada akhirnya, penulis secara tidak langsung menjadikan Kenway sebagai anggota sebuah ordo rahasia yang seharusnya hanya dapat diperoleh melalui tahapan yang sangat berat. Sebuah ordo rahasia Assassin tidak mungkin dengan mudah mengangkat seseorang untuk menjadi anggota-nya hanya karena secara kebetulan seseorang menyamar dan melakukan tindakan layaknya seorang Assassin. Dan yang paling terasa aneh adalah saat Kenway kemudian menaruh minat dan simpati terhadap apa yang dilakukan para Assassin ketimbang melanjutkan hidupnya untuk mencari sebuah kesuksesan seperti yang ia cita-citakan saat masih menjadi seorang anak peternak. 

Buat saya buku ke-5 ini merupakan novel yang disajikan dengan cara yang paling jelek dibandingkan dengan ke-4 buku sebelumnya. Jika kita membaca buku ke-6 Oliver Bowden yang berjudul  Forsaken, dapat terlihat langsung kharakter tulisan yang bertolak belakang. Walaupun saat ini saya masih belum selesai membaca buku ke-6, namun saya bisa melihat perbedaan kualitas penulisan alur cerita di antara kedua buku ini. Seakan-akan buku ke-5 ditulis oleh orang yang berbeda dengan buku ke-6. Tapi pada akhirnya ini nggak menjadi masalah karena yang penting kesinambungan cerita di antara kedua-nya tetap terjaga dan pembaca dapat tetap menikmati kisah sang Assassin.

Artikel oleh Yudhi, July 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar